Kamis, Desember 15, 2022

Koneksi Antar Materi 2.3 COACHING Oleh : SYUKRI, S.Pd.I – CGP ANGK. 6 KAB. PIDIE

Koneksi Antar Materi 2.3

COACHING

Oleh :

SYUKRI, S.Pd.I – CGP ANGK. 6 KAB. PIDIE

 

A. Coaching dan Relevasinya dengan Pemikiran KHD

Coaching merupakan proses kolaborasi yang fokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari sang coachee. Coaching merupakan salah satu metode yang efektif untuk diterapkan dalam bidang pendidikan yang prosesnya berpusat pada siswa. Dengan metode ini, pendidik dapat mendorong peserta didik untuk menerapkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kreatif, Dalam coaching ada proses menuntun yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid sebagai coachee untuk menenemukan kekuatan kodrat dan potensinya untuk bisa hidup sesuai tuntutan alam dan zaman.

Hal ini sejalan dengan pemikiran sang Maestro Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara (KHD) dimana menurutnya pendidikan itu adalah ada proses menuntun yang dilakukan guru untuk mengubah prilaku murid sehingga dapat hidup sesuai kodratnya baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat.

Proses coaching dapat berjalan degan mengoptimalkan ranah social emosional sehingga setiap murid mampu menyelesaikan setiap masalah dengan potensi dan kemampuannnya sendiri. Pada akhirnya mereka akan mampu hidup bebas dan merdeka menentukan jalan hidupnya sesuai kekuatan dan potensinya masing-masing.

 

Coaching yang dilakukan oleh coach kepada coachee  membutuhkan empat keterampilan yaitu: 

1) Keterampilan membangun dasar proses coaching
2) Keterampilan membangun hubungan baik,
3) Keterampilan berkomunikasi
4) Keterampilan memfasilitasi pembelajaran. 

 

B. Peran Guru dalam Coaching

Peran guru di sekolah sebagai coach sangat penting dalam menciptakan kenyamanan bagi murid melalui keterampilan berkomunikasi dengan baik sehingga timbullah rasa empati, saling menghormati dan saling menghargai antara guru dan murid. Dengan kemampuan dan keterampilan bertanya dari seorang coach dapat menyadarkan murid akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya sehingga murid tersebut mendapatkan solusi atas permaslahannya sendiri. Dalam proses coaching, sangat jelas terlihat bahwa guru dan murid adalah mitra dalam belajar. Untuk itu guru dapat membantu murid menemukan kekuatan untuk bisa hidup sebagai manusia seutuhnya.

 Salah satu cara untuk meningkatkan potensi dan kemampuan murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran yang dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan minat, profil dan kesiapan belajar.

akan selalu berupaya untuk menggali kebutuhan belajar murid dengan mendesain proses pembelajaran yang mampu memaksimalkan segala potensi yang dimiliki murid. Selain itu, secara social emosional segala potensi murid dapat berkembang secara maksimal.


Guru hendaknya tidak mengajarkan atau menginstruksikan sesuatu, tidak juga memberikan saran atau solusi secara langsung. Guru membantu peserta untuk belajar dan bertumbuh. dengan mengajukan pertanyaan. Tentu saja bukan sembarang pertanyaan. Namun pertanyaan-pertanyaan yang dapat memicu kesadaran diri dan memprovokasi tindakan kreatif, menciptakan suasana nyaman dan rasa percaya untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk menjadi murid kuat secara kodrati, dengan demikian diharapkan guru dapat menuntun peserta didik untuk menemukan solusi di setiap permasalahan dan meraih prestasi terbaik dengan kekuatan yang dimilikinya.

C. Konektivitas Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Sosial Emosional.

Guru dalam perannya bukan satu-satunya sumber pengetahuan melainkan sebagai mitra peserta didik untuk melejitkan kodrat dan irodat yang mereka miliki, apa yang dilakukan?, salah satunya adalah mengintegrasikan pembelajaran berdifrensiasi kedalam pembelajaran, dimana pembelajaran harus disesuaikan dengan minat, profil dan kesiapan belajar, sehingga pembelajaran dapat mengakomodir kebutuhan individu peserta didik. dalam hal ini,

Kihajar Dewantara mengibaratkan bahwa guru adalah petani, dan peserta didik adalah tanaman dan setiap individu peserta didik adalah tanaman yang berbeda, jika tanaman padi membutuhkan banyak air, tentu akan berbeda perlakuan terhadap tanaman jagung yang justeru membutuhkan tempat yang kering untuk tumbuh dengan baik”.

Lebih lanjut pendekatan Sosial dan Emosional dalam praktek coaching juga sangat diperlukan, Melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan guru, peserta didik akan menemukan kedewasaan dalam proses berfikir melalui kesadaran dan pengelolaan diri, sadar akan kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif dari berbagai sudut pandang sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah didasarkan pada pertimbangan etika, norma sosial dan keselamatan.

Model TIRTA dapat membimbing guru untuk memiliki keterampilan coaching yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut : Tujuan utama pertemuan/pembicaraan; Identifikasi masalah coachee; Rencana aksi coachee; dan Tanggung jawab/komitmen. Tirta dikembangkan dari GROW model yaitu Goal (Tujuan), Reality (Hal – hal yang nyata), Option (Pilihan), dan Will (Keinginan untuk maju)  Adapun  aspek berkomunikasi untuk mendukung praktik coaching antara lain, Komunikasi Asertif menjadi Pendengar aktif, Bertanya reflektif dan Umpan balik positif. Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah.

 

 

Pendidikan Guru penggerak Angkatan 6 pada saat ini, sudah memasuki pada modul ke-3 di bulan Februari 2023 sampai pada tugas 3.1.a.8 Koneksi ...