Koneksi
Antar Materi 2.3
COACHING
Oleh :
SYUKRI,
S.Pd.I – CGP ANGK. 6 KAB. PIDIE
A. Coaching dan Relevasinya dengan Pemikiran KHD
Coaching merupakan proses kolaborasi yang fokus pada
solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi
peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan
pertumbuhan pribadi dari sang coachee. Coaching merupakan salah satu metode
yang efektif untuk diterapkan dalam bidang pendidikan yang prosesnya berpusat
pada siswa. Dengan metode ini, pendidik dapat mendorong peserta didik untuk
menerapkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kreatif, Dalam coaching
ada proses menuntun yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid sebagai
coachee untuk menenemukan kekuatan kodrat dan potensinya untuk bisa hidup
sesuai tuntutan alam dan zaman.
Hal ini sejalan dengan pemikiran sang Maestro Pendidikan
Indonesia Ki Hajar Dewantara (KHD) dimana menurutnya pendidikan itu adalah ada
proses menuntun yang dilakukan guru untuk mengubah prilaku murid sehingga dapat
hidup sesuai kodratnya baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat.
Proses coaching dapat berjalan
degan mengoptimalkan ranah social emosional sehingga setiap murid mampu
menyelesaikan setiap masalah dengan potensi dan kemampuannnya sendiri. Pada
akhirnya mereka akan mampu hidup bebas dan merdeka menentukan jalan hidupnya sesuai
kekuatan dan potensinya masing-masing.
Coaching yang dilakukan oleh
coach kepada coachee membutuhkan empat keterampilan yaitu:
1) Keterampilan membangun dasar
proses coaching
2) Keterampilan membangun
hubungan baik,
3) Keterampilan berkomunikasi
4) Keterampilan
memfasilitasi pembelajaran.
B. Peran Guru dalam Coaching
Peran guru di sekolah sebagai coach sangat penting dalam
menciptakan kenyamanan bagi murid melalui keterampilan berkomunikasi dengan
baik sehingga timbullah rasa empati, saling menghormati dan saling menghargai
antara guru dan murid. Dengan kemampuan dan keterampilan bertanya dari seorang
coach dapat menyadarkan murid akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya
sehingga murid tersebut mendapatkan solusi atas permaslahannya sendiri. Dalam
proses coaching, sangat jelas terlihat bahwa guru dan murid adalah mitra dalam
belajar. Untuk itu guru dapat membantu murid menemukan kekuatan untuk bisa
hidup sebagai manusia seutuhnya.
Salah satu cara untuk meningkatkan potensi dan kemampuan murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran yang dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan minat, profil dan kesiapan belajar.
akan selalu berupaya untuk menggali kebutuhan belajar murid dengan
mendesain proses pembelajaran yang mampu memaksimalkan segala potensi yang
dimiliki murid. Selain itu, secara social emosional segala potensi murid dapat
berkembang secara maksimal.
Guru hendaknya tidak mengajarkan atau menginstruksikan
sesuatu, tidak juga memberikan saran atau solusi secara langsung. Guru membantu
peserta untuk belajar dan bertumbuh. dengan mengajukan pertanyaan. Tentu saja
bukan sembarang pertanyaan. Namun pertanyaan-pertanyaan yang dapat memicu
kesadaran diri dan memprovokasi tindakan kreatif, menciptakan suasana nyaman
dan rasa percaya untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk menjadi murid kuat secara kodrati, dengan
demikian diharapkan guru dapat menuntun peserta didik untuk menemukan solusi di
setiap permasalahan dan meraih prestasi terbaik dengan kekuatan yang
dimilikinya.
C. Konektivitas Coaching dengan Pembelajaran
Berdiferensiasi dan Sosial Emosional.
Guru dalam perannya bukan satu-satunya sumber pengetahuan
melainkan sebagai mitra peserta didik untuk melejitkan kodrat dan irodat yang
mereka miliki, apa yang dilakukan?, salah satunya adalah mengintegrasikan
pembelajaran berdifrensiasi kedalam pembelajaran, dimana pembelajaran harus
disesuaikan dengan minat, profil dan kesiapan belajar, sehingga pembelajaran
dapat mengakomodir kebutuhan individu peserta didik. dalam hal ini,
Kihajar Dewantara mengibaratkan bahwa guru adalah petani,
dan peserta didik adalah tanaman dan setiap individu peserta didik adalah
tanaman yang berbeda, jika tanaman padi membutuhkan banyak air, tentu akan
berbeda perlakuan terhadap tanaman jagung yang justeru membutuhkan tempat yang
kering untuk tumbuh dengan baik”.
Lebih lanjut pendekatan Sosial dan Emosional dalam
praktek coaching juga sangat diperlukan, Melalui pertanyaan-pertanyaan
reflektif yang diberikan guru, peserta didik akan menemukan kedewasaan dalam
proses berfikir melalui kesadaran dan pengelolaan diri, sadar akan kekuatan dan
kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif dari berbagai sudut pandang
sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah didasarkan pada pertimbangan
etika, norma sosial dan keselamatan.
Model TIRTA dapat membimbing guru untuk memiliki keterampilan
coaching yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut : Tujuan utama
pertemuan/pembicaraan; Identifikasi masalah coachee; Rencana aksi coachee; dan
Tanggung jawab/komitmen. Tirta dikembangkan dari GROW model yaitu Goal
(Tujuan), Reality (Hal – hal yang nyata), Option (Pilihan), dan Will (Keinginan
untuk maju) Adapun aspek berkomunikasi untuk mendukung praktik
coaching antara lain, Komunikasi Asertif menjadi Pendengar aktif, Bertanya
reflektif dan Umpan balik positif. Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini,
coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam
pembelajaran di sekolah.